Bertahan jadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati kembali bicara soal harga bahan bakar minyak. Apakah akan ada penyesuaian dalam waktu dekat? Nicke mengatakan secara prinsip kebijakan soal harga BBM ada pada regulator, Pertamina sebagai badan usaha mengikutinya.
Tidak hanya Pertamina, badan usaha lainnya juga mengikuti ketentuan. Sebetulnya, kata dia, mudah jika Pertamina ingin memberikan harga murah. Caranya adalah dengan membeli minyak murah dan impor dari luar negeri, harga mereka kini jauh lebih murah. Tetapi, risikonya adalah dengan mengabaikan produksi migas di dalam negeri dan kinerja kilang.
“Kalau hulu migas tutup, kilang tutup kita akan kembali ke zaman dulu,” kata dia, dalam sebuah acara diskusi virtual Senin (15/06/2020). Tetapi, jika mengikuti fluktuasi dan turunkan harga BBM nanti ketika harga minyak naik juga akan jadi polemik lagi. “Harga minyak naik lagi, nanti teriak-teriak lagi ini mafianya suka impor. Jadi kita harus pikir panjang untuk kemandirian energi” jelasnya.
Harga minyak murah memang fakta, tapi itu crude atau minyak mentah milik Amerika. Bisa saja diimpor karena lebih murah dari operator dalam negeri, tapi kalau impor terus jadi pilihan maka jangka panjang kemandirian energi sulit tercapai. Apalagi ada risiko jika negara tersebut kena lockdown, sementara dalam negeri infrastrukturnya sudah tidak bisa beroperasi.
Sebelumnya, Pengamat minyak dan gas (migas) Universitas Trisakti Pri Agung mengatakan variabel yang berpengaruh besar terhadap perhitungan harga BBM adalah harga minyak dan kurs rupiah. Dalam menentukan harga BBM harus melihat unsur objektivitas. “Sehingga tidak hanya mengutamakan kepentingan politis dan populis. Perlu kajian cermat dan keseimbangan berbagai aspek,” kata Pri.