Ini Bedanya Tapera dengan Program Pembiayaan Rumah Lain

Smartpower Media Ini Bedanya Tapera dengan Program Pembiayaan Rumah Lain

Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) bersiap untuk memulai tugasnya menghimpun dana simpanan dan menyalurkan pembiayaan perumahan masyarakat. Dengan adanya BP Tapera, masyarakat diwajibkan menjadi peserta dan dipotong sebagian kecil gajinya untuk membeli rumah, khusus bagi peserta yang belum punya rumah. Lalu, apa bedanya BP Tapera dengan program pembiayaan perumahan sebelumnya?

Deputi Komisioner bidang Pemanfaatan Dana BP Tapera Ariev Baginda Siregar memaparkan sejumlah perbedaan mendasar antara BP Tapera dengan program pembiayaan perumahan sebelumnya seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Tidak seperti FLPP, kepemilikan rumah peserta tidak lagi dicicil berdasarkan zona tempat rumah itu berada melainkan berdasarkan kemampuan peserta setiap bulannya.

“Yang membedakan Tapera dengan program lain sebelumnya seperti FLPP, FLPP itu orang mau beli itu berdasarkan harga rumah, zona tertentu, misalkan zonanya zona 1 Rp 168 juta, zona 2 Rp 150 juta, Jakarta Rp 168 juta, Jawa Timur Rp 150 juta. Nah, kalau Tapera dilihat dari kemampuan mencicil, jadi siapapun yang masuk bracket UMR sampai Rp 8 juta itu dibagi 3, nah itu lah kemampuan mencicilnya,” terang Ariev, dalam sebuah diskusi beberapa hari lalu.

Dari kemampuan mencicil tersebut dihitung lagi berdasarkan pilihan tenornya dengan bunga 5%, maka akan kelihatan besaran pinjaman yang akan diberikan kepada peserta tersebut.

“Dari kemampuan mencicilnya misal di tahap tenor 20 tahun dengan bunga 5% maka ketemu lah plafon kreditnya. Dari situ sudah dapat, misal yang gajinya Rp 4 jutaan itu bisa dapat rumah Rp 140 jutaan, makin naik jadi Rp 200 jutaan dan seterusnya dan maksimum Rp 300 juta, itu kalau landed. Kalau mau beli apartemen dia bisa sampai Rp 350 juta itu plafon kredit,” katanya.

Akan tetapi, bila peserta ingin mencicil rumah dengan harga di atas dari yang ditawarkan, maka peserta itu wajib membiayai sendiri kekurangan dari plafon kreditnya.

“Kalau misal peserta dapat plafon kreditnya sekian lalu mau beli rumah harga Rp 500 juta ya boleh-boleh saja. Tapi sisanya misal Rp 200 juta ya self financing atau bayar DP yang lebih tinggi,” tandasnya.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top