Sebab Musabab Ada BLT Dana Desa yang Belum Cair

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar memaparkan perkembangan terakhir bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa. Per 16 Juni 2020, desa yang sudah menyalurkan ada 65.736 desa atau setara dengan 90% dari target.

“Sampai dengan 16 Juni kemarin data BLT dana desa yang sudah salur ada 65.736 atau setara 90% dari total desa yang sudah menerima dana desa,” kata Abdul melalui konferensi pers, Rabu (17/06/2020).

Lebih rinci dijelaskan, ada 291 kabupaten yang sudah menyalurkan 100%, ada 81 kabupaten yang menyalurkan 75-99%, ada juga 24 kabupaten yang baru menyalurkan 50-74%.

Dari 6.881.778 keluarga penerima manfaat yang mendapat BLT dana desa, ada 272.491 penerima manfaat yang anggotanya menderita penyakit kronis menahun. Sedangkan 1.887.116 keluarga penerima manfaat adalah perempuan kepala keluarga.

Sampai saat ini, ada 11 Kabupaten/Kota yang belum menyalurkan anggaran BLT dana desa yang utamanya terjadi di Papua. “Yang masih 0% ada 11 Kabupaten rata-rata di Papua. 11 Kabupaten ini kemungkinan ada 2, yaitu memang belum salur atau sudah salur cuma belum bisa laporan karena memang kondisi geografis,” imbuhnya. Abdul mengungkap berbagai permasalahannya.

  1. Terkendala Cashless

Salah satu yang menjadi penghambat adalah penyaluran dana desa yang dibuat secara non tunai (cashless). Masyarakat yang belum memiliki buku rekening terpaksa harus membuatnya terlebih dahulu, sedangkan pembuatan buku rekening dinilai lambat karena dibatasi per harinya.

“Jadi ada beberapa daerah yang pakai cashless kemudian bekerja sama dengan Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) ternyata penerbitan buku tabungan itu sehari dibatasi 50 buku tabungan,” ungkap Abdul.

Untuk itu, Abdul mendorong para elite Himbara untuk mempercepat pembuatan buku rekening. Kasus seperti ini disebutnya terjadi di Jawa Tengah dan Lampung.

“Ini sudah berkali-berkali kita sampaikan. Ini terjadi di Jawa Tengah misalnya Kabupaten Jepara, di Provinsi Lampung ada beberapa daerah/kabupaten yang sampai hari ini masih cukup lambat karena pakai cashless, ternyata banknya tidak seperti yang diharapkan,” terangnya.

“Kemudian ada juga pencairan dana di bank dibatasi karena memang mungkin ini bank daerah, kalau ini duit cash-nya terbatas,” tambahnya.

  1. Kades Kena Corona

Alasan lain yang menjadi penghambat adalah karena Kepala Desa (Kades) setempat menunggu izin dari Kepala Daerah. Abdul menyebut ada Kades yang ingin menyalurkan BLT sekaligus dengan bantuan sosial (bansos) yang diberikan Pemerintah Daerah (Pemda), sehingga selama bansos tersebut belum cair maka BLT desa tidak disalurkan.

“Lumayan seperti di Banten ini permasalahannya sama. Padahal kita sudah sampaikan ketika sudah musdes (musyawarah desa), data valid, silakan disalurkan nanti daerah yang menyesuaikan. Jangan dipaksa semua harus nunggu bareng-bareng, tetapi ketika Kepala Daerah belum memberikan izin nampaknya Kepala Desa tidak berani berbuat apa-apa,” ucapnya.

Kedua, munculnya data baru dari jaring pengaman sosial lain. Misalnya dari daerah ada jaring pengaman sosial juga, nah datanya baru selesai dan ternyata menumpuk dengan data yang sudah dibuat oleh tim relawan desa berdasarkan pendataan baru sehingga harus dibongkar ulang.

Ketiga, ada warga meminta dibagi rata, yang terpenting semua warga desa setempat mendapat BLT. Contoh yang harusnya BLT April-Juni mendapat Rp 600.000 per bulan, ada desa yang tidak masalah mendapat Rp 300.000 per bulan asalkan semua warga mendapatkan.

“Jadi terhambat gara-gara tarik-menarik antara keinginan warga dengan putusan Pemdes (Pemdes). Warga ingin dibagi rata, tapi Pemdes jelas tidak berani,” kata Abdul. “Ada juga kasus Kades dan perangkat desa kena kasus positif COVID-19 sehingga prosesnya agak terhambat gara-gara kena COVID-19,” tambahnya.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top